Perkembangan zaman membuat banyak hal-hal yang lazim pada masa lalu jadi dianggap aneh, terbelakang, lantas ditinggalkan. Tidak hanya menyangkut kebiasaan- kebiasaan. Banyak pekerjaan yang juga terlindas zaman.
Barangkali bagi orang-orang yang hidup pada masa itu, tak pernah membayangkan betapa puluhan tahun kemudian profesi yang mereka anggap lazim akan punah dari muka bumi. Inilah beberapa di antaranya.
1. The Knocker
Kita yang hidup di era digital, pasti akan tertawa. The knocker atau Sang Pengetuk. Bagaimana mungkin ada profesi seperti ini?
Para pengetuk berfungsi seperti alarm. Mereka disewa, dibayar harian, mingguan, atau bulanan, untuk membangunkan orang-orang. Biasanya, tiap satu orang knocker bekerja untuk membangunkan warga yang berada dalam kisaran satu blok.
Cara kerjanya juga unik. Knocker bermodalkan tongkat kayu (atau rotan) panjang. Tidak sedikit yang menggunakan sumpit. Ketukan dilakukan pada kaca jendela rumah warga yang membayar jasa mereka.
Seiring makin canggihnya chronometer (jam) yang memiliki aplikasi alarm, keberadaan para knocker tidak dibutuhkan lagi.
2. Powder Monkey
Secara harfiah, nama profesi ini sungguh konyol. Powder Monkey atau Monyet Bedak. Sebutan yang sangat kontradiktif dengan kenyataan yang sebenarnya, sebab Powder Monkey adalah petugas pengisi bubuk mesiu untuk meriam.
Secara harfiah, nama profesi ini sungguh konyol. Powder Monkey atau Monyet Bedak. Sebutan yang sangat kontradiktif dengan kenyataan yang sebenarnya, sebab Powder Monkey adalah petugas pengisi bubuk mesiu untuk meriam.
Anda barangkali sudah sering melihat aksi mereka dalam berbagai film petualangan bikinan Hollywood. Salah satunya dalam serial Pirates of Carribean.
3. Penghibur Buruh
Barangkali inilah profesi paling asing bagi Anda. Percaya atau tidak, namun memang kenyataannya demikian. Pada periode 1800an hingga awal 1990, para pemilik pabrik mempekerjakan sejumlah tukang cerita.
Barangkali inilah profesi paling asing bagi Anda. Percaya atau tidak, namun memang kenyataannya demikian. Pada periode 1800an hingga awal 1990, para pemilik pabrik mempekerjakan sejumlah tukang cerita.
Mereka duduk di satu panggung yang diberdirikan di tengah-tengah ruangan dan membacakan cerita tatkala para buruh sedang bekerja. Biasanya cerita-cerita yang dikisahkan adalah cerita bertendensi humor yang diselipkan dengan adegan cabul.
Tujuannya semata-mata untuk mengusir kejenuhan para buruh yang bekerja rata-rata 10 jam per hari. Waktu kerja sang penghibur ini disesuaikan dengan waktu kerja buruh.
Profesi ini punah setelah ditemukan metode untuk menyambungkan perangkat pemutar musik dengan pengeras suara. Belakangan, musik di pabrik, kecuali pabrik yang memproduksi produk- produk tertentu, juga dihentikan.
Sumber: tribunnews.com